Pacitan – Lensa Pacitan, Kecamatan Donorojo berhasil mencuri perhatian ribuan pasang mata di Festival Rontek Pacitan 2025, Sabtu malam (5/7/2025). Membawakan pertunjukan bertajuk Rontek Garu Bumi, penampilan Donorojo menjadi sorotan utama berkat paduan apik antara seni tari, musik bambu, dan pesan filosofis yang mendalam tentang kehidupan petani.
Digelar di jantung Kota Pacitan, puluhan penari dari Donorojo menghidupkan panggung lewat koreografi yang menggambarkan siklus hidup petani — dari membajak sawah, menanam benih, hingga panen raya. Setiap gerakan mengalir dalam irama ketukan bambu khas rontek, menyimbolkan denyut kehidupan masyarakat agraris yang penuh ketekunan dan harapan.
Camat Donorojo, Nasrul Hidayat, menegaskan bahwa Rontek Garu Bumi bukan sekadar pertunjukan seni. “Ini adalah refleksi dari jiwa masyarakat kami. Bertani bukan hanya pekerjaan, tapi filosofi hidup yang diwariskan turun-temurun,” ungkapnya. Menurut Nasrul, nilai-nilai seperti gotong royong, kerja keras, kesabaran, dan syukur menjadi nafas utama dalam pertunjukan tersebut.
Menariknya, proses kreatif pertunjukan ini pun lahir dari semangat kolektif. Tak hanya para seniman dan pelajar, para petani dan tokoh desa ikut terlibat langsung dalam produksi. Warga Donorojo bersatu dalam semangat yang sama: mempersembahkan budaya sebagai bentuk doa dan harapan untuk masa depan.
Momen paling menyentuh terjadi di akhir penampilan, saat para penari menaburkan beras ke udara. Sebuah simbol spiritual sebagai ungkapan syukur atas berkah alam dan anugerah dari Sang Pencipta. Sorak dan tepuk tangan riuh dari penonton menjadi bukti betapa kuat pesan yang disampaikan pertunjukan ini.
Festival Rontek Pacitan 2025 sendiri digelar selama tiga hari, 5–7 Juli, sebagai bagian dari program Kharisma Event Nusantara. Ajang ini bukan hanya kompetisi kreativitas antar kecamatan, melainkan juga panggung pelestarian budaya yang sarat makna.
Penampilan Donorojo disebut-sebut sebagai salah satu yang paling kuat tahun ini. Selain menghadirkan tontonan yang memukau, mereka juga menyentuh sisi emosional penonton dengan pesan yang membumi. “Melalui seni, kami ingin menunjukkan bahwa bertani adalah bagian dari peradaban luhur yang harus dirawat dan dihargai,” pungkas Nasrul.
Dengan semangat itu, Donorojo bukan hanya tampil sebagai peserta, tapi sebagai pengingat akan pentingnya menjaga harmoni antara manusia, alam, dan tradisi.