KEBONAGUNG,
lensapacitan.com – Dibelakang meja mesin jahitnya, Kasemi 68 tahun,
warga Desa Wonogondo, Kecamatan Kebonagung ini sibuk menjahit kain kasur. Kain tersebut digunakan untuk wadah gulungan
kapuk kering dari buah pohon randu.
Wanita kelahiran 1954 ini
masih bertahan menjalankan usaha membuat kasur dari kapuk randu. Padahal
saat era modern sudah banyak warga
meninggalkan kasur kapuk randu dan beralih ke spons maupun springbed.
Kasemi mengaku mulai menekuni usaha ini sejak 29 tahun
silam. Waktu muda dirinya mengikuti kursus menjahit. Bukan menjahit baju atau busana,
melainkan berlatih membuat kasur, guling hingga bantal.
“saya dulu kursus menjahit, setelah lulus kemudian mencoba
membuat usaha sendiri,” jelasnya saat ditemui dirumahnya (20/8/2022).
Tak hanya tergerus jaman, kendala yang dihadapinya adalah
minimnya stok kapuk randu yang ada di pasaran, sehingga harus mencari atau
memesan kepada petani yang memiliki pohon randu. Jika musim panen, ibu lima anak ini memilih
membeli bahan sebanyak-banyaknya.
“kalau pas pesanan banyak, kadang kehabisan bahan baku, jadi
kalau pas musim panen, saya stok banyak,” katanya.
Harga kapuk yang belum diolah ia beli seharga Rp7000 rupiah perkilogramnya. Bahan kapuk itu
kemudian dibersihkan dan dikeringkan hingga siap dimasukkan kedalam sarung
kasur, bantau maupun guling.
Untuk membuat kain kasurnya pun tahapannya cukup rumit.
Yakni dari kain, lalu dicuki atau dijahit untuk mengatur ketebalan dan
tonjolan-tonjolannya sehingga nyaman untuk dipakai. Setelah proses menyuki
selesai, lalu diisi kapuk randu.
Harga jual kapuk tergantung ukuran, mulai dari Rp 250 ribu
rupiah hingga Rp 500 ribu rupiah. Sedangkan untuk penjualannya, kasemi tak
kesulitan, lantaran pelanggan dating langsung
untuk membeli kasur buatannya. Bahkan dia kuwalahan memenuhi permintaan
pembeli. Tak hanya membuat kasur, kasemi juga melayani perbaikan kasur lama. (PKL/
Catarina Gayatri)