LENSA PACITAN – Mandeknya pencairan Dana Desa (DD) Tahap II di 45 desa di Kabupaten Pacitan menjadi sorotan Komisi I DPRD Pacitan. Anggota Komisi I, Bagus Surya Pratikna, menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi seluruh pemerintah desa agar tidak menunda proses administrasi menjelang batas akhir pengajuan.
Bagus menilai, pemerintah desa perlu lebih responsif terhadap perubahan kebijakan pemerintah pusat yang dapat bergeser sewaktu-waktu. Ketidakcermatan dalam memahami aturan dan lambannya pengajuan dokumen menjadi faktor utama tidak terserapnya anggaran tersebut.
“Pemdes harus lebih peka dan cepat menangkap perubahan kebijakan. Menteri Keuangan tidak menghendaki adanya dana yang mengendap terlalu lama di perbankan,” ujar Bagus.
Politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pacitan untuk menindaklanjuti persoalan tersebut. Ia menilai perlunya sinergi lebih kuat antara Pemdes, DPMD, dan DPRD untuk mencegah kejadian serupa.
“Ke depan harus lebih teliti dan sigap. Aturan bisa berubah kapan saja, sehingga koordinasi antar-pihak harus semakin diperkuat,” tegasnya.
Akibat tidak cairnya DD Tahap II, tiap desa rata-rata kehilangan anggaran sekitar Rp200 juta—nilai yang dianggap sangat vital untuk pembangunan desa, kegiatan berbasis kearifan lokal, hingga pemberian insentif kader.
Dari total 172 desa di Pacitan, hanya 45 desa yang tidak berhasil melakukan pencairan. Bagus menambahkan bahwa fenomena serupa juga terjadi di beberapa kabupaten lain, sehingga bukan hanya Pacitan yang terdampak.
Sementara itu, Pemerintah Daerah tidak dapat berbuat banyak karena kebijakan pencairan telah diatur dalam PMK Nomor 81 Tahun 2025, yang menjadi dasar pengelolaan Dana Desa di seluruh Indonesia.(Not)





















