Pacitan – Desa Wonoanti, Kecamatan Tulakan, menjadi salah satu desa dengan potensi kakao terbaik di wilayahnya. Setiap bulan, hasil panen kakao di desa tersebut mampu mencapai dua ton. Miswanto, seorang petani kakao, mengungkapkan bahwa tanaman kakao di Wonoanti tidak mengenal musim dan mampu berbuah secara terus-menerus.
“Kakao ini salah satu tanaman yang berbuah terus, tidak kenal musim,” ujar Miswanto (10/10/2024).
Di Desa Wonoanti, lanjut Miswanto, terdapat sekitar 15 hektar tanaman kakao yang tersebar di empat dari enam dusun, yakni Dusun Krajan, Duren, Ngunut, dan Bulih. Sebagian besar tanaman kakao ditanam di pekarangan rumah warga, dengan total lahan sekitar 15 hektar.
“Luasnya ada sekitar 15 hektar kalau ditotal, karena banyak yang ditanam di pekarangan rumah. Beberapa juga ada di lahan khusus, dan hampir setiap kepala keluarga menanam kakao,” tambahnya.
Keberhasilan kakao di Wonoanti tak lepas dari kondisi kontur tanah yang cocok dan ketinggian desa yang berada 110 meter di atas permukaan laut. Meskipun tanaman kakao sudah dikembangkan sejak lama, pemerintah baru mulai menggencarkan pengembangannya sejak tahun 2014 dengan menyuplai bibit kakao.

Bantuan Bibit Kakao didistribusikan ke Petani (foto/istimewa)
“Sejak tahun 2014, pemerintah membantu suplai bibit kakao. Pada tahun 2023, ada tambahan 16 ribu bibit,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah daerah melalui Bidang Perkebunan dan Hortikultura Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Pacitan, juga secara berkala memberikan pelatihan kepada para petani kakao, seperti sekolah lapangan untuk pengendalian hama terpadu dan pelatihan perawatan kakao.
Meski hasilnya melimpah, tantangan yang dihadapi petani kakao adalah serangan hama, seperti hama buah busuk, tupai, dan luwak. Petani harus ekstra telaten dalam merawat tanaman dan segera memanen buah yang sudah matang.
“Hama buah busuk, tupai, dan luwak sering menjadi masalah. Jadi, buah yang matang harus segera dipanen dan ranting yang tumbuh harus dipangkas,” ujarnya.
Saat ini, harga kakao kering di pasaran mencapai Rp95.000 per kilogram, menjadikan komoditas ini sebagai salah satu andalan perekonomian warga Desa Wonoanti. (not/adv)
3 Komentar