Pacitan – Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan komunitas Sahabat Penyu selaku pengelola Konservasi Penyu Pancer Dorr, mempertanyakan pembangunan kawasan wisata yang dinilai semakin mengancam habitat penyu di sepanjang pesisir Pancer Dorr, Pacitan.
Sejumlah pegiat lingkungan mendatangi kantor Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Pacitan pada Selasa (6/5/2025) pagi. Mereka menyampaikan keresahan atas pesatnya pembangunan yang tidak mempertimbangkan keberadaan kawasan konservasi penyu.
Menurut Cuboh Hambers, salah satu pengelola konservasi, pada bulan April hingga Mei biasanya menjadi musim puncak penyu bertelur. Namun tahun ini jumlahnya menurun drastis.
“Turun drastis khususnya di bulan April, karena pembangunan yang semakin pesat, serta banyaknya lampu di area Pancer Dorr yang menyala selama 24 jam,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti keberadaan lampu sorot dan highmast yang dinilai tidak efektif serta mengganggu habitat penyu. “Highmast itu ujung-ujungnya hanya menyinari pesisir. Itu yang membuat kami keberatan,” tegas Cuboh.
Sementara itu, Kristanto, pegiat lingkungan lainnya, menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak pembangunan kawasan wisata, namun menuntut agar pembangunan memperhatikan keberlangsungan ekosistem.
“Kami tidak pernah menghalangi pembangunan. Tapi kami ingin penataan kawasan Pancer seiring sejalan dengan upaya pelestarian. Wisata tidak harus selalu mewah atau dipenuhi tembok. Banyak wisatawan justru mencari suasana desa yang alami,” katanya.
Konservasi Penyu di kawasan Pancer Dorr diresmikan pada Agustus 2021, dan pengelolaannya diserahkan oleh Bupati Pacitan kepada komunitas setempat. Kawasan ini menjadi bagian dari upaya pelestarian penyu yang merupakan isu konservasi global.
Menanggapi hal ini, Kepala Disparbudpora Pacitan, Turmudzi, menyatakan akan mengevaluasi pengaturan pencahayaan di kawasan tersebut. “Lampu-lampu di sana sebenarnya sudah menggunakan sistem timer. Namun akan kami evaluasi lagi terkait waktu penyalaan dan pemadaman,” ujarnya. (not)