PACITAN – lensapacitan.com, Naiknya harga kedelai dan langkanya minyak goreng di pasaran membuat UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) keripik tempe menjerit. Ia adalah Harini (34) warga dusun Siwilan, Desa Kayen Kecamatan Pacitan. Dia menggeluti usaha ini sejak empat tahun lali ini mengeluh karena sulitnya mencari minyak goreng.
Untuk mendapatkan dua liter minyak goreng, Harini mengaku harus mengatri ketika operasi pasar digelar, selain itu ia berebut dengan warga lainya di minimarket atau pasar swalayan. Namun hal itu tidak bertahan lama. Karena batas pembelian dibatasi hanya dua liter saja, sedangkan kebutuhan puluhan liter dalam sehari, Dalam menggoreng tempe ia tidak pernah menggunakan minyak curah, ia selalu memakai minyak kemasan.
“yang memberatkan itu minyak , jadi susah nyarinya yang murah , kalau ngak ada harus beli yang mahal karena tuntutan harus tetap produksi,” ujarnya
Selain sulitnya mendapat minyak goreng, ia juga mengaluhkan mahalnya harga kedelai impor yang menjadi bahan baku produksinya.“ kalau dulu keuntunganya 50 persen sekarang hanya 30 persen, jadi turunnya sekitar 20 persen ,” tegasnya.
Seperti diketahui, harga kedelai mengalami kenaikan sekitar Rp 3 ribu per kilogram. Yang semula kisaran Rp. 9.000 menjadi Rp. 12.000, Kondisi ini memaksa produsen keripik tempe melakukan penyesuaian.
Harini mendorong agar pemerintah bisa mengambil langkah pasti mengenai kenaikan harga kedelai. Pemerintah seharusnya bisa mengantisipasi apalagi Indonesia dalam waktu dekat akan memasuki momen Ramadan dan Lebaran. Dua momen tersebut biasanya akan terjadi lonjakan harga di sejumlah komoditas..” Harapannya kepada pemerintah agar segera menurunkan harga-harga kembali, utamanya minyak dan kedelai,” harapnya. (nch/not)