LENSA PACITAN– Anggaran pengentasan kemiskinan di Kabupaten Pacitan tergolong besar. Setiap tahun, pemerintah mengucurkan dana mencapai Rp 122,4 miliar untuk berbagai program bantuan sosial. Namun, besarnya anggaran tersebut belum sepenuhnya berdampak optimal, lantaran masih ditemukan penerima bantuan sosial (bansos) yang memperoleh bantuan secara dobel.
Fakta itu diungkapkan Dinas Sosial (Dinsos) Pacitan. Kepala Dinsos Pacitan, Heri Setijono, menyebut jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Pacitan mencapai 106.254 keluarga. Mereka menerima berbagai jenis bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah.
“Bantuannya beragam, mulai Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), BLT Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), sembako warga miskin, sembako bencana, Asistensi Penyandang Disabilitas Plus (APSDP), bantuan yatim piatu (YAPI), hingga bantuan pemakaman lansia. Total KPM ada 106.254,” kata Heri ditulis Jum’at (19/12/2025).
Namun dalam pelaksanaannya, Dinsos tidak menampik adanya penerima yang mendapatkan lebih dari satu bantuan, bahkan dalam program yang sama. Menurut Heri, hal itu terjadi karena perbedaan ketentuan desil penerima di masing-masing program.
“PKH itu sasarannya desil 1 sampai 4, sementara BPNT desil 1 sampai 5. Jadi, ngapunten, kalau akhirnya ada yang menerima bantuan dobel, itu bukan kesalahan,” jelasnya.
Ia menegaskan, tidak ada regulasi yang secara tegas melarang penerima PKH juga mendapatkan BPNT. Seluruh kebijakan tersebut sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.
“Kalau bantuan yang bersumber dari kabupaten atau provinsi masih bisa kita kondisikan, karena bisa diverifikasi apakah seseorang sudah menerima bantuan atau belum. Tapi untuk PKH dan BPNT, dananya langsung dari pusat dan masuk ke rekening penerima. Desa hanya melakukan verifikasi administrasi oleh operator,” imbuhnya.
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Kabupaten Pacitan per Maret 2025 tercatat sebesar 12,97 persen atau sekitar 72,47 ribu jiwa. Heri menambahkan, data penerima bansos mengacu pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
“Dinas Sosial daerah tidak punya kewenangan penuh untuk mengubah data. Yang bisa mengusulkan perubahan atau penambahan adalah melalui proses verifikasi di desa,” tandasnya. (Not)





















