Menu

Mode Gelap
Festival Ronthek Pacitan 2025 Usai, Serap Anggaran Rp 410 Juta, Ini daftar Juaranya Pring Sedhapur’ Tulakan Usung Tema Gerhana Bulan, Sajikan Atraksi Sarat Nilai Rontek Tegalombo Usung Tema “Murwokolo”, Pukau Penonton dengan Nuansa Islami Ronthekantrupus Punung Tampil Memukau, Usung Konsep Ramah Lingkungan di Festival Rontek 2025 Legenda Lembah Lembu Jadi Suguhan Memikat dari Kecamatan Bandar di Panggung Ronthek 2025 Retreat Partai Demokrat di Pacitan, UMKM dan Hotel Ketiban Berkah

Kebudayaan

Pring Sedhapur’ Tulakan Usung Tema Gerhana Bulan, Sajikan Atraksi Sarat Nilai

badge-check


					Pring Sedhapur’ Tulakan Usung Tema Gerhana Bulan, Sajikan Atraksi Sarat Nilai Perbesar

Pacitan – Ragam kreativitas makin tampak jelas pada hari ketiga Festival Ronthek Pacitan 2025. Tak hanya bertabur kemeriahan, peserta tak segan menebar pesan moral melalui tampilan. Kesan itu kian terasa mendalam kala menyaksikan menampilan grup ronthek ‘Pring Sedhapur’ asal Kecamatan Tulakan. Temanya pun cukup unik: Grahana Mbulan (Gerhana Bulan).

Gerhana bukan semata peristiwa astronomis saat matahari, bumi, dan bulan berada pada satu garis lurus. Bayang gelap yang menutup hamparan satelit bumi itu meninggalkan mitos di kalangan masyarakat Jawa. Cerita yang kerap menjadi dongeng sebelum tidur itu menggambarkan keserakahan raksasa yang hendak menelan bulan.

Di antara keresahan akan datangnya kegelapan akibat ulah kuasa jahat, seluruh warga desa lantas mengambil kentongan. Sarana yang lazim menjadi tengara marabahaya itu dipukul serempak dan bertalu-talu. Bunyinya membahana, menembus kolong langit hingga menghunjam masuk ke telinga sang raksasa hingga diurungkanlah niat menelan rembulan.

“Legenda itu sudah kami kenal sejak nenek moyang. Tentu saja ada pesan tersirat dari bahasa tutur tersebut. Kami berusaha menggalinya, lalu kami tuangkan dalam seni rontek,” tutur Tri Susila, Kepala Desa Bungur, pencetus ide serita sekaligus perancang gerak grup ronthek ‘Pring Sedhapur’.

Jika berkaca pada realitas kehidupan, cerita tentang gerhana bulan terasa masih sangat relevan. Sifat serakah yang digambarkan dengan watak raksasa senantiasa berhadapan dengan kebajikan yang menjadi nilai dasar insani. Keduanya akan tetap ada serta saling mengalahkan satu sama lain. Adalah kewajiban manusia merawat keutamaan sekaligus melawan kemungkaran.

“Terkadang satu orang berbuat baik terkesan kurang bermakna. Lain halnya jika dilakukan bersama-sama seperti halnya tergambar dalam adegan ronthek. Kerap kali baik hasilnya,” papar Tri Susila filosofis.

Awalnya terkesan biasa saja. Namun begitu puluhan pemuda menampilkan adegan atraktif, ribuan pasang mata terpukau. Ada pula yang berbisik dengan penonton lain di sampingnya. Decak kagum beriring gemuruh tepuk tangan terasa memenuhi seantero sudut alun-alun tiap akhir segmen tampilan.

Harmoni pukulan musik bambu berpadu kostum para pemain menjadikan ‘Pring Sedhapur’ tontonan yang menghibur. Belum lagi aneka properti khas wilayah pedesaan kian melangkapi kesan elegan namun tetap menjaga orisinalitas. Sama antusiasnya dengan audiens di depan pos pertama, penonton di pos kedua dan ketiga juga tak beringsut hingga tampilan kelar.

Sentuhan tangan dingin para seniman muda Tulakan membuat penampilan ronthek ‘Pring Sedhapur’ istimewa. Sebut saja nama-nama seperti Roni Cahyono yang bertindak sebagai koreografer, Nopi Nopek yang selama ini dikenal spesialis ronthek, serta Bayu Triaji dan Putut Pranadipta. Dua nama terakhir mendapat amanah membina karawitan dan tari.

Camat Tulakan Djoko Harijanto mengaku bangga atas tingginya semangat warganya melestarikan tradisi ronthek. Dirinya melihat cukup banyak talenta seni dari wilayah yang dipimpinnya. Festival Ronthek Pacitan yang rutin digelar pemerintah kabupaten, lanjutnya, memberi kesempatan bangkitnya kreativitas para seniman untuk unjuk kebolehan menuangkan karya.

Tentu saja hal itu tak lepas dari prakarsa Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji yang menginginkan kebangkitan seni Pacitan melalui event-event budaya. Hal itu bakal memperkaya khazanah pariwisata surga tersembunyi di bibir Samudera Indonesia yang kini memiliki tagline ’70-Mile Sea Paradise.

“Tentu saja kami turut bangga dengan program-program beliau (bupati) terutama dalam upaya menggali bakat-bakat seni dari wilayah. Siapa yang tak ingin jadi juara, tapi di atas semua itu adalah kontribusi kita untuk Pacitan tercinta,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Festival Ronthek Pacitan 2025 Usai, Serap Anggaran Rp 410 Juta, Ini daftar Juaranya

8 Juli 2025 - 18:54 WIB

Ronthekantrupus Punung Tampil Memukau, Usung Konsep Ramah Lingkungan di Festival Rontek 2025

7 Juli 2025 - 14:06 WIB

Legenda Lembah Lembu Jadi Suguhan Memikat dari Kecamatan Bandar di Panggung Ronthek 2025

7 Juli 2025 - 13:20 WIB

Rontek Pacitan Gaet Perhatian 60 Biro Wisata, Jadi Ajang Promosi Budaya

7 Juli 2025 - 07:31 WIB

Rontek Arjosari Angkat Filosofi Lesung dan Harmoni Desa di Festival Rontek 2025

7 Juli 2025 - 06:44 WIB

Trending di Kebudayaan